Tampilkan postingan dengan label fiksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label fiksi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 06 Juli 2017

          Ah! Kenapa bayang wajah itu tak jua hilang dari pikiranku, padahal belum lama pertemuan itu terjadi. Rasanya belum puas kuluapkan rindu itu. Sayang...adakah kau miliki rasa yang sama? Kupandangi lagi lukisan wajahmu di atas kanvas yang tampak begitu sempurna, menyentuhnya mengikuti lekuk bidang wajahmu, hidungmu, matamu, yang terasa begitu hidup.


Pixabay source
           Sepuluh tahun sudah kita hidup terpisah seperti ini, kadang rasanya aku tak sanggup menahan debur gejolak rasa rindu yang memuncak...rindu akan sosokmu...
Jam masih menunjukkan pukul tujuh malam, namun entah mengapa rasanya mata ini sulit sekali kubuka. Sepertinya tubuh ini telah begitu letih hingga tak mau lagi kompromi. Berkali-kali kusruput kopi kental kegemaranku, kopi yang mengingatkanku pada dia. Sahabat penaku.
Namun entahlah...sepertinya kantuk ini begitu kuat menyerang, hingga akhirnya akupun terlelap dengan buku dalam dekapan. Dalam alam bawah sadarku aku bermimpi berjumpa denganmu dan dia. Kau dan dia seolah tampak nyata, bagai dua sahabat yang sejiwa, kompak dan begitu akrab.
         My flower Jade! Begitulah dia selalu memanggilku, menumbuhkan semangat di setiap jatuhku, di setiap lelah dan kerinduanku padamu. Dia begitu lembut padaku...begitu halus tutur katanya, hingga tak jarang aku dibuat melambung tanpa daya. Malam itu betul-betul malam yang indah bagiku. Mimpi yang ingin kuwujudkan nyata.
***
             Tiba-tiba aku terjaga. Terdengar teriakan minta tolong yang diikuti sebuah bentakan dan pertengkaran hebat.
"Toloooooongggggggg!!" sebuah suara tertawa yang mengerikan terdengar begitu nyaring. Memekakkan telinga di malam yang begitu sepi. "Ha..ha..ha..pergilah kamu ke neraka!! Aku akan menikmati setiap jerit kesakitanmu!" ucap suara laki-laki yang terdengar begitu kasar.
Astagfirullah... ada apa gerangan? Darimana suara itu terdengar. Ah..tiba-tiba bulu kudukku merinding, ada rasa takut dan khawatir yang menyergap. Andai saja di rumah ini ada sosok lelaki yang bisa melindungiku... pastilah aku tak setakut ini.
Top of Form
Bottom of Form

"arghhhhh!" sebuah teriakan panjang seolah mengakhiri drama panjang itu. Sepertinya telah terjadi sebuah tragedi, namun aku tak berani memastikannya. Tak lama kudengar sirine ambulan memecah malam yang tlah kembali hening. Jam di kamarku menunjukkan pukul 02.00 WIB. Sepertinya kantuk ini telah lenyap karena drama yang menyeramkan tersebut. Semoga tak ada hal buruk terjadi.  Aku berjalan ke kamar mandi, kupikir ini saat yang tepat bagiku untuk menumpahkan segala beban hatiku. Satu minggu lagi adalah ulang tahunmu, aku ingin mempersembahkan yang terindah untuk moment itu, tuk membuatmu bangga. Malam itu kutumpahkan tangisku di atas sajadah cintaku. Kuungkapkan segala kerinduanku padamu dan dia yang mendesak kuat. Memohon sepenuh hati kan terijabahnya doa-doa panjang yang kupanjatkan di malam syahdu.
        Top of Form
Bottom of Form
Dua hari kemudian...Sebuah ketukan di pintu menggugah tidurku. Sepertinya aku kesiangan! kulirik jam beker di meja riasku,...Pukul 06.00 WIB. Siapa gerangan yang bertamu di pagi buta begini. Kilat kubasuh wajahku dengan air, kusambar jilbab pink favoritku. Saat kubuka pintu itu...Aku hanya bisa terpana...tak mampu ucapkan sepatah kata. Di hadapanku sebucket bunga mawar aneka warrna terangkai begitu indah, di tengahnya menyembuh setangkai mawar yang tak biasa. Sebuah tangan menarik setangkai mawar berwarna hijau dan menyodorkannya padaku. "For you...my flower! JADE!" ucap dia dengan senyum penuh pesona. "Selamat ulang tahun ...!" katanya, yang membuatku sungguh tak berdaya. Aku bahkan tak ingat kalau hari ini adalah ulang tahunku.
"Pagi Jade! Cantik bukan? Secantik hatimu yang hiasi hariku, yang membuatku selalu rindu akan sapamu" ucapnya lagi setelah sebelumnya mengecup bunga mawar hijau yang dia sodorkan padaku.  Ah, Rey...kenapa kamu selalu bisa memahami hatiku? Adakah kau pasang chip dalam tubuhku seperti dalam film-film detektif untuk mengetahui isi hatiku? Begitulah batinku dalam hati kecilku, sementara senyum bahagia tak mampu kubendung lagi. Rasanya tubuh ini ingin segera memeluknya sebagai ungkapan haru dan terima kasih. Tapi tentu saja aku takkan melakukannya, kami bukan muhrim. Andai saja Rey...ah kenapa aku selalu berandai-andai setiap kali berpikir tentangnya?  Kupersilakan Rey untuk duduk menunggu di teras, sementara aku menyiapkan segelas kopi hitam dan roti bakar untuk menemaninya pagi itu dan meninggalkannya untuk mandi dan bersiap.
***
Top of Form
Bottom of Form

Rasanya sakit...Rey! Tapi percayalah...akukan tetap tersenyum dan bertahan layaknya mentari yang tak pernah bosan bersinar meski sinarku takkan mampu menjangkaumu. Aku yakin bagi mereka sinarku akan sangat berarti. Itulah yang membuatku hidup Rey...kamu tahu? Biarlah kan kusimpan kenangan tentangmu...tentang persahabatan kita...

Top of Form
Bottom of Form


1

Minggu, 18 Juni 2017

           
 Sepoi angin yang berhembus di senja yang mulai temaram terasa begitu dingin.  Sedingin hatiku yang kini kelabu.  Sementara lembayung senja masih menampakkan sinarnya yang keemasan. 
Begitu cantik, menyiratkan kemewahan...sungguh elegan.
            Senja itu... aku duduk di tepi pantai yang terlihat mulai sepi.  Bertemankan dingin  dan suara binatang malam.  Tampak perahu nelayan yang berjejer di tepi pantai yang sepi pengunjung.  Yah ini adalah kali kedua aku mengunjungi pantai ini.  Entah kenapa, senja di pantai ini meninggalkan kesan mendalam bagiku.  Begitu tenang... menyiratkan kedamaian.
            Masih jelas kusaksikan matahari senja yang melangkah pergi.  Tenggelam di batas cakrawala.  Tak ada lagi pengunjung yang berlalu lalang.  Apalagi wisatawan asing yang merebahkan diri di pantai yang penuh hamparan pasir dan pecahan karang.  Hmm...Pantai ini memang sepi di waktu senja.  Justru karena itulah aku sangat menyukainya.  Damai.
            Usai mengantar mentari ke peraduannya, kulangkahkan kakiku menuju sebuah warung kopi di tepi pantai.  Dimana para nelayan duduk menghangatkan badan dengan segelas kopi hitam.  Mengusir kantuk yang mulai menghampiri.  Seorang nelayan menyapaku ramah,”kok sendirian, Mba?”.
“Iya, Cak.  Kebetulan lagi ingin sendiri” jawabku pendek sambil melemparkan sebuah senyuman.  “Teh hangat satu, Bu!” pintaku pada pemilik warung.  Udara pantai yang dingin seperti ini memang paling enak ditemani semangkuk mie rebus pedas dan segelas teh manis hangat.  Cukup untuk membuat tubuh berkeringat dan melepas sedikit penat yang bergelayut manja.
            Para nelayan di pantai ini sangat baik dan ramah.  Biasanya mereka mulai bersiap untuk pergi melaut pada saat senja menjelang.  Seperti senja ini, meski air pasang mulai memenuhi tepian mereka tak punya pilihan selain melaut.  Masyarakat nelayan di pantai ini memang belum semaju masyarakat kota, namun justru kesederhanaan mereka yang membuat mereka spesial.  Masyarakat yang masih memiliki kesadaran sosial yang tinggi.   Bahu membahu mengatasi masalah yang ada di desanya.

 Ah, kalian membuatku malu hati.  Keterbatasan yang kalian miliki tak membuat kalian malas ataupun patah arang, sedangkan aku?  Sedikit duri yang menancap dalam hidupku mampu membuatku hancur seperti ini.  Oh, betapa rapuhnya aku.  Mengaku tegar dan tahan banting, tapi ternyata...tepekur di ujung senja.  Senja di pantai ini tidak hanya meninggalkan kerinduan,...kali ini disinilah sekolah kehidupan terbaik yang kutemui dalam perjalanan kehidupanku.  Bentang ilmu yang tiada habis.
0

Malam ini, ingin kutorehkan cerita tuk temani malam-mu. Kugoreskan penaku di atas kertas putih bertuliskan namamu. Cerita tentang kita, tentang indahnya persahabatan yang kita jalani.
"Bhai! aku merindukan dirimu malam ini, seperti malam-malam yang lalu, hingga musim yang akan berganti. Tahukah kamu? Rasa ini begitu jelas tercipta" 
Kuletakkan penaku sejenak, pelan kuhirup udara malam yang terasa kian panas, membuat sekujur tubuhku bermandi peluh.
Kucoba memeras ingatanku tentangmu, tentang sosokmu di awal perkenalan itu. Mengingat kembali caramu melempar pandang padaku, serta rayuan manis di antara gelak canda yang kau lontarkan.

"Bhai, adakah kau masih terjaga malam ini? Temani aku merajut cerita indah tentang kita. Kisah manisnya cinta semanis madu yang tak sengaja tercipta. Tentang hati, tentang, jiwa dan tentang kesetian pada sebuah komitmen
Top of Form
Bottom of Form

Ada geliat rindu yang kurasa, saat kau ucapkan kata selamat jalan. Saat tatapan matamu yang teduh memandangku hangat dan jemarimu enggan melepas tanganku. Getar-getar aneh yang dahulu pernah hinggap seketika menjalar dalam aliran darahku, panas, dengan debar jantung yang tak beraturan. Aku sungguh terbakar, terbakar oleh rasa itu. Rasa yang pernah singgah di hatiku. Rasa yang tercipta saat jalinan itu ada.

Top of Form
Bottom of Form

Aku menunggumu di tepi batas harapan
Memanggilmu dengan denting dawai sang bayu
Menarikmu ke alam sadarmu
mengubah gelap menjadi terang

Bagaimana aku bisa memancing bintang
Bila awan hitam menyelimuti langit malam dan langitpun menangis pilu
Sementara rembulan pun enggan menyapa
Diam membisu
0

Selasa, 05 April 2016


"Apaan sih? Masa kamu ngga bisa ambil sikap tegas!" teriakku pada pria gembul yang berdiri di depanku.
"Sabarlah...bukan begitu maksudku. Tak semua hal harus disikapi dengan emosi" jawabnya sok diplomatis. Seperti biasa perdebatan kami acap terjadi dan berlalu dalam sekejap. Meski aku ditakdirkan untuk mendampinginya melakukan tugas-tugas negara setiap waktu, tapi tetap saja riak kecil sering terjadi.
Ah, aku dan si bonar memang partner yang antik di mata teman-teman.  Sejenak berkelahi, namun tak lama kemudian sudah seperti Mimi lan Mintuno dalam menjalani aktivitas.
Sosok Bonar si orang Medan yang lama tinggal di Aceh membuat dia seperti galau dalam menunjukkan jatidiri.  Entah mana yang lebih dominan antara darah Medan nya atau darah Aceh nya.  Namun bila kulihat bentuk tulang wajahnya...tak dapat dibantah bahwa si Bonar adalah orang Medan asli.
Kedekatan kami acap membuat orang berbisik-bisik, seolah ada udang di balik lumpia...aw...aw..enak dong hahaha.

Tak jarang canda nakal pun dihembuskan oleh teman - teman satu perjuangan kala itu. Gosip nakal yang mengatakan aku adalah istri Bang Bonar pun mulai tak dapat di bendung.  Pasukan kompor dan kipas pun seolah senang mendapat mangsa.  Sementara kami santai mengikuti angin berhembus. Kadang kami pun iseng ngerjain balik para pasukan kipas dan kompor, bertindak seolah ada hubungan istimewa di antara kedekatan kami sebagai presiden dan sekertaris jendral Badan Eksekutif Mahasiswa saat itu. Bagai dua orang aktor yang sedang bermain peran di atas panggung, atau aku mengistilahkannya dengan kegilaan.

Sapa mesra dan panggilan sayang di telpon acap terlontar, bahkan terkadang kami sengaja mengeraskan volume suara agar teman satu kos mendengar kegilaan kami.
Ah..Bonar..Bonar, kau memang sahabat yang unik.
Sampai suatu ketika, saat Bang Bonar Jatuh cinta pada sesosok  gadis yang sangat dekat denganku, tanya pun hadir. Gadis  periang yang memiliki nama panggilan yang sama denganku, menghampiriku dengan rasa was-was di hatinya.  Ada rona cemburu kutangkap di wajahnya.
" Hei..hei..ada apa adik manis? Kenapa wajahmu tampak bingung seperti itu?" Tanyaku sambil menatap wajah sang gadis

"Mbak... bolehkah aku bertanya padamu?" tanyanya dengan penuh kehati-hatian dan terbata.

"Ada apa pula denganmu? Tanyalah saja...bila kutau jawabnya, pasti kan kujawab jujur.

"Mba...benarkah kamu pernah dekat dengan bang Bonar? Apakah kalian pernah berpacaran?"

"Hua..ha.ha.ha...kamu dapat gosip dari mana pula itu?" tanyaku terbahak.  Sambil geleng kepala aku terus saja terpingkal sambil memegangi perutku yang seperti dikocok.

Tapi tawaku seketika terhenti saat kulihat wajah itu tertunduk. Hmm...kupegang pundaknya.
"Maaf..tapi pertanyaanmu sungguh membuatku tergelitik.  Aku tak ada hubungan apa-apa dengan Bang Bonar.  Hanya kedekatan antara partner kerja saja, bahkan mungkin sedikitpun tak pernah terlintas di benak kami untuk saling tertarik" tuturku.

"Sungguh mba?" tanyanya dengan mata berbinar. Dia pun bercerita bahwa sesungguhnya dia dan Bonar sedang merajut kisah asmara... dan dia tak ingin berselisih denganku.

Bonar...Bonar! Bisanya kau sembunyikan kabar bahagia ini dariku.  Gadis yang menganggapku sebagai kakaknya kini menjadi pacar dari sahabatku Bonar.

Yah, aku pun tak tau mengapa setiap berbincang dengannya kegilaan muncul. Candaku seolah gayung bersambut, ceria dan mengalir begitu saja  tanpa ada rasa yang bermain. Aku merasa dukaku hilang saat berbincang dengannya. Sejak itu aku tak hanya memiliki Bonar sebagai sahabatku, tetapi juga Adela.

Kini setelah 15 tahun berlalu, dan kami telah terpisah jarak dan waktu, kedekatan itu masih tetap ada.  Sesekali aku dan Bonar  masih saling sapa dan kumat bersama meski lebih tertata...sebab kini kami bukan lagi gadis dan jejaka...kami adalah sosok pria dan wanita matang yang masing -masing telah memiliki perahu dan nahkoda. Canda dan tegur sapa pun lebih sopan dan tertata meski tak dapat dihindari untuk cekakak bersama.



Kisah cinta Bonar dan Adela yang kandas di tahun-tahun terakhir masa studi Bonar, rupanya menimbulkan jarak di antara mereka. Aku seolah jembatan di antara keduanya.
Sementara persahabatanku dan Adela kian semakin dekat. Kami dipertemukan kembali setelah 15 tahun berpisah dan kembali merajut silahturahmi indah, hanya saja... kini tak bisa sebebas dan selugas dulu. Ada hati yang harus kami jaga dan lindungi agar tidak terluka.

"Cit,...hatiku sedih. Kalau tau dia akan seperti ini... aku takkan pernah melepasnya pergi. Aku takkan membiarkannya melewati sakitnya sendiri.  Aku akan membawanya berobat hingga ia sembuh!" tutur Bonar dari line telpon miliknya.

Aku hanya bisa merenungi...tak ada manusia yang bisa menduga masa depannya, pun demikian dengan Adela.  Dia tak pernah mengira bahwa dia akan bersahabat dengan kanker, sebuah mesin pembunuh nomer satu di dunia.  Dia tak pernah mengira akan menjalani usia paruh bayanya di atas ranjang dan menghabiskan sisa usianya dengan sebuah harapan

"HOPE"

Masih ada harapan yang kau punya sahabatku.  Kupercaya liku hidup akan membuatmu semakin tangguh, semakin berjiwa besar dan semakin menebar kebaikan. Sebab di mataku, selalu terpancar sebuah harapan untukmu entah hari ini, esok atau lusa. Sama seperti bang Bonar dan aku yang juga harus menjalani lika liku hidup yang tak mudah. Kehancuran mahligai pernikahan Bonar tak membuatnya larut dalam keputus asaan.. pun begitu denganku sebab antara aku, kamu dan dia ada sebuah persahabatan yang indah yang melahirkan doa -doa terbaik meski kita tak harus bertatap muka.  Doa dari aku, kamu dan dia untuk kebahagiaan kita semua.

Jangan ada lagi airmata  ... dan hapuslah semua duka... badai pasti akan berlalu.  Bidukmu akan sampai pada sebuah dermaga yang indah.  Suatu saat kita akan dipersatukan kembali sebagai sebuah keluarga dalam indahnya jalinan silahturahmi.

1

Sabtu, 07 Februari 2015


Ferry seorang lelaki berusia 36 tahun adalah seorang lelaki yang cukup mapan. Dia hidup bersama istri dan tiga orang anaknya.  Dulu Ferry adalah seorang suami yang banyak didambakan wanita karena tanggungjawab dan perhatiannya pada sang istri. Namun entahlah..sejak memiliki jabatan Ferry mulai berubah.  Dia menjadi banyak menuntut.  Ferry juga mudah sekali emosi menghadapi sang istri. Dia acap mengeluhkan pada temannya tentang istrinya yang akhir akhir ini terlihat tampak lelah dan tak bisa berhias.  Hingga pada suatu pagi Ferry membentak istrinya karena satu pekerjaan yang tertunda.  Betapa terluka hati sang istri...  setelah mencoba bersabar selalu dengan sisap suaminya..hari itu air matanya tak mampu dibendungnya.  sambil menahan tangis...sang istri tetap berusaha menyiapkan bekal makan pagi suaminya yang menolak sarapan.  Hanya sekotak nasi dan sebuah telur ceplok. Ya...sebuah telur ceplok yang di masak demi orang tercinta.
sesampainya di kantor...Ferry mengeluarkan kotak makannya dan seorang teman wanitanya berkata,"hanya telur ceplok Pak?"
"Iya.., beginilah kalau ibu sedang marah"tuturnya.

"Bersyukurlah pak! Bapak lelaki yang beruntung, sebab dalam keadaan marahpun ibu masih menyempatkan diri membawakan sarapan untuk Bapak...Saya sudah lupa kapan terakhir kali makan masakan istri saya pak" tukas seorang lelaki anak buahnya sambil menitikkan air mata..
"Saya melihat ibu begitu sabar dengan semua sikap Bapak, walau saya akui dia terlihat sangat sederhana dan tak pernah berhias.  Tapi  dia tetap melayani Bapak."tukas lelaki itu
Ferry terdiam melihat rekannya menitikkan air mata.  Dia coba merenungkan kata kata rekannya tersebut,  benar sekali.  istrinya selalu berusaha menyiapkan makan paginya walau dalam keadaan sakit sekalipun. walau hanya berlauk tempe goreng dan sambal kecap.  Walau hanya setangkup roti madu dan segelas susu.
Pria itu kembali melanjutkan ceritanya,"Ibu memang tak secantik wanita sosialita...tapi dia ada untuk Bapak, sementara istri saya selalu tampil cantik bagai model..tapi saya tak boleh menikmatinya.  kecantikkannya bagai pajangan di sepanjang perjalanannya.  Dikagumi banyak orang tapi tak bisa saya nikmati" diambilnya selembar tisue tuk menghapus air matanya dan lelaki itupun beranjak pergi meninggalkan Fery yang tercenung dan merasa bersalah pada istrinya.  Saat itu juga dia menelpon sang istri dan meminta maaf padanya.
0

ASUS OLED WRITING Competition

atau

Intellifluence

Intellifluence Trusted Blogger

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan

Part of BloggerHub

Total Absen


Pengikut