Namaku
Sri rahayu, ibu dari dua orang putra.
Kedua proses persalinan yang kualami semua unik dan berkesan dalam
bagiku. Pada persalinan pertama, aku
terpaksa menjalankan operasi cesar saat usia kandunganku baru menginjak 8 bulan,
dan berakibat anakku lahir dengan fungsi organ yang belum sempurna. Tentunya kondisi ini menimbulkan masalah
bagiku dan anakku. Tubuh anakku kuning
seperti kunyit dengan nilai billirubin mencapai 17. Sementara aku sendiri sempat mengalami gagal
nafas dan jantungku sempat berhenti berdetak saat proses persalinan terjadi.
Dengan
berat hati aku harus merelakan putraku dirawat di rumah sakit selama 10
hari. Belajar dari pengalaman pertama
tersebut aku ingin kelahiran anakku yang kedua kulalui lewat persalinan normal. Harapannya agar seluruh fungsi organnya telah
sempurna dan mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Jauh-jauh hari aku sudah memeriksakan
kandunganku di Dokter Spesialis. Tulang
panggulku didiagnosa sempit saat kehamilan anak pertama. Namun aku bersikeras untuk tetap melahirkan
secara normal dan menanti hadirnya buah hatiku yang kedua. Sosok tamu yang akan menjadi teman bagi
jagoanku yang mulai beranjak balita.
Segala
informasi tentang tips-tips persalinan normal kukumpulkan dan pelajari. Begitupun dengan saran keluarga dan tetangga
untuk memperlancar proses persalinan, mulai berjalan-jalan, banyak sholat dan
mengepel lantai semua kulakukan. Namun
hingga menginjak bulan kesembilan, aku tak jua merasakan kontraksi. Hasil USG menunjukkan bahwa bayiku tidak mau
masuk ke jalan lahir. Mungkin dia merasa
nyaman di perutku. Dokter sudah
menyarankanku untuk operasi, namun dengan tegas aku menolak. Kata orang belumlah sempurna seorang wanita
dan ibu bila tidak bisa menjalani persalinan secara normal. Aku ingin menjadi wanita dan ibu yang
sempurna.
Kemudian
datanglah sepupu suamiku yang menyarankanku untuk sering bersenggama dengan
suami agar bayiku terdesak keluar.
Hi.hi.hi..lucu juga mendengar saran ini, tapi demi tekadku kulakukan
juga saran itu, meski sempat membuat suamiku sedikit kewalahan dengan
permintaanku ini. Malu dan geli bila
mengingatnya.
Sampailah
usia kehamilanku pada bulan ke-10.
Hampir setiap hari kerjaku hanya mengukur jalan. Shooping
dan mengepel lantai. Namun tamu agung
yang kutunggu ini tak jua muncul. Akupun
pergi memeriksakan diri ke dokter kandungan.
Namun jawabannya sungguh tak kuharapkan.
Dokterku mengatakan ketubanku sudah keruh dan bayiku sudah tak bisa
bebas bergerak. Aku diminta menentukan
hari untuk melakukan proses operasi cesar.
Oh...betapa gamang hatiku menghadapi vonis ini. Terbayang kembali operasi cesar yang pertama
yang membuatku sangat trauma. Namun aku
tak punya pilihan. Waktuku maksimal
hanya satu minggu, bila lewat...dokter tidak bertanggung jawab atas segala
resiko, begitu katanya.
Akhirnya
kuambil batas yang terakhir, kuberharap sebelum waktunya tiba aku akan
merasakan kontraksi dan pembukaan.
Harapan tinggal harapan. Mungkin
Allah terlalu sayang padaku dan tidak ingin aku merasakan sakitnya kontraksi
yang konon maha dahsyat. Hari itu Jumat
27 Juni jam 20.00 WIB aku mulai memasuki ruang VK seorang diri. Takut, bingung dan malu menderaku. Terlebih saat perawat mempersiapkan diriku
untuk operasi. Perjalananku menuju ruang
operasi diliputi kegalauan. Tubuhku
alergi terhadap bius dan obat-obatan serta benang bedah tertentu. Di dalam ruang operasi aku tak henti bicara
dan memohon, agar dokter mengupayakan supaya aku tetap berada dalam kesadaran
hingga bisa melihat kedatangan tamu agung ini.
Namun, seperti biasa...tubuhku bereaksi negatif terhadap bius epidural
yang disuntikkan. Seketika itu juga
nafasku mulai sesak dan aku mulai tak sadarkan diri. Barulah setelah putraku lahir kurasakan
seseorang menepuk-nepuk pipiku. Memperlihatkan
bayi merah berlumur darah ke hadapanku.
Sesaat...ya, hanya sesaat saja aku melihatnya setelah itu aku kembali
tak sadarkan diri.
Untung
tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.
Bayiku yang kedua ini sempat keracunan ketuban. Cuping hidungnya biru dan tubuhnyapun
kuning. Alhasil akupun harus merelakan bayiku ini untuk
kembali dirawat. Cairan ketuban yang
keruh dan terlalu banyak diminum bayiku mengotori paru-parunya, hingga nafasnya
selalu berbunyi grok-grok. Nafasnya
kerap sesak, bahkan sempat sekujur tubuhnya membiru karena kekurangan
oksigen. Banyak pelajaran hidup yang
kupetik dari peristiwa ini, antara lain:
-
Jangan pernah memaksakan kehendak demi keinginan
kita. Serahkan semua pada Allah dan
ahlinya dalam menentukan waktu dan proses kelahiran
-
Perbanyaklah doa dan dzikir
-
Normal atau tidaknya suatu persalinan
bukanlah ukuran sempurna tidaknya seorang ibu/wanita, karena keduanya
mengandung resiko dan terasa sakit.
Semoga
kisah ini dapat menginspirasi wanita lain yang sedang menjalani masa kehamilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar